dan aku bertanya akan alasan dan arti kehidupan....

Posted by median | Posted in

Aku bingung dengan pertanyaan yang menyangkut dengan alasan dan arti hidup ini. Alasan apa aku hidup? Terlahirkan kedunia, kecil, tumbuh berkembang, dewasa dan malah sekarang meringkuk bermasalah di pojok kamar. Alasan apa aku melakukan sesuatu dalam hidup? Berbuat baik memberikan uang receh pada nenek pengemis didepan pertokoan itu. Atau malah berbuat jahat memukul bapak-bapak sok jago dikompleks rumah sana. Alasan apa pula yang membuat aku bertahan dalam hidup? Memutuskan untuk tetap menghirup udara dan bukannya melakukan beragam hal untuk menghabisi nyawa nan ringkih ini.

Yah alasan. Semuanya memiliki alasan. Demi arti hidup nan sebentar ini. Tapi apa? Bagaimana aku tahu itu alasan yang paling benar sehingga akhirnya aku bisa bangga berkata aku memiliki arti. Semua yang aku lakukan. Semua yang aku bicarakan. Untuk apa? Apa alasannya? Dan pertanyaan alasan dan arti itu malam ini begitu menyiksa. Berubah tajam. Menusuk hati, pikiran, mengiris logika yang ada dan tersisa.

DAMN, kepala seakan mau pecah. Belum lagi semua masalah yang ada. Sampai akhirnya ide gila itu datang. Membuatku memutuskan mengambil satu botol kecil di lemari ini, memegangnya, menyunggingkan satu senyuman getir, langsung menenggak habis semua obat yang ada didalamnya. Mampus!!! biar mati sekalian!!

Pusing...
dadaku terasa panas...
isi perutku bergejolak seakan badai..
hoeeeeeeek!!! tak tertahankan lagi ku muntahkan semua isi perut ini.

Aku jatuh. Terkulai karena dunia yang seakan diputar oleh_Nya. Tanganku bergetar kuat. Kepalaku terasa sakit tak tertahankan. Dingin... Apa aku akan mati? Apa kematian mampu menghilangkan pertanyaan akan arti hidupku? Aku rasakan mulutku berbusa dan aku melihat satu cahaya, apa itu gerbang dunia sana??? ah biarlah. Aku sudah tidak kuat oleh semuanya. Biarlah kali ini aku mati, tak harus memikirkan apa-apa lagi. Dan semuanya menjadi gelap......

Hening....
kenapa tidak terdengar suara apa-apa lagi? Bukankah tadi aku menyetel musik sekerasnya?
Pelan ku buka mata.
Silau...
Perih..

Dimana ini? Ruangan ini besar sekali dan semuanya terlihat putih. Kucoba gerakkan kepala ku, merasakan tenaga di ujung-ujung jari tangan dan kakiku. Hei, aku merasa sangat sehat. Bagaimana bisa? Aku mencoba berdiri, pelan tapi pasti. Merasakan semua syarafku berfungsi. Mengedarkan pandangan, mengamati, berfikir dengan keras “tempat apa ini?”

“HALOOOOOO????”
“apa ada orang?”
“..........................................”

hening tak ada jawaban. Teriakanku hanya seperti angin lalu disini. Aku berlari kesana-kemari, tapi tak ada apa-apa. Bahkan aku tidak menemukan ujung dari tempat ini, seakan aku berlari ditempat saja. Gila! Tempat apa ini?

“Leon...” mendadak ada suara dibelakangku.

spontan aku menoleh. Melihat satu sosok pria sedang tersenyum ramah, mmmh umurnya berkisar 50an. Masih terlihat gagah walau rambutnya sudah putih beruban. Berpakaian kemeja putih bercelana panjang putih. Rapi sekali seperti konglomerat-konglomerat tua pemilik usaha di dunia ini. Jujur saja, walau dia tidak terlihat seram sama sekali tapi aku merasa takut. Takut akan satu kemungkinan. Apakah dia setan? Atau malah malaikat yang akan menghukumku? Bukankah tadi aku masih ingat dengan jelas usaha yang kulakukan untuk mengakhiri nyawa ku.

“tenang Leon (bagaimana bapak ini bisa tahu namaku??). aku bukan setan, bukan juga malaikat yang kau takutkan”. Pelan bertenaga sosok itu menghembuskan suara menenangkannya .

“aku hanyalah seorang pembawa pesan. Seseorang yang di amanahi tugas untuk memberi tahukan sedikit jawaban akan pertanyaan-pertanyaanmu”. Bagaikan seorang pembawa acara yang baik bapak itu berkata sambil menangkupkan tangan di depan dadanya.

“oleh siapa?? siapa yang memberikan tugas itu” tanyaku, gemetar juga akan kemungkinan lain. Bagaimana bisa bapak-bapak ini tahu pikiranku. Tahu namaku. Belum lagi mengingat bagaimana bapak-bapak ini bisa hadir begitu saja padahal tadi jelas-jelas tak ada siapa-siapa.

“siapa yang menugaskanku kamu tidaklah perlu tahu hal itu, tapi karena apa aku ditugaskan untukmu kamu akan tahu akan hal itu”

“Mari leon... akan ku tunjukkan sedikit jawaban akan pertanyaanmu. Akan alasan dan arti hidup yang menyiksamu setiap hari”

digenggamnya tanganku dan tiba-tiba aku tersedot kesuatu tempat, berpilin, berkilauan dan tanpa aku sadari aku sudah berada di suatu ruangan besar. Tak ada apa-apa disini. Cuma ada semacam layar besar saja. Kira-kira ruangan apa ini?

“di ruangan ini kamu akan melihat kembali segala peristiwa yang telah kamu lakukan” lagi-lagi bapak ini membaca pikiranku.

“dari awal kelahiran kamu akan menyaksikan semuanya. Saksikanlah. Setelahnya akan kujelaskan alasan-alasannya”

Bzzzzzzt.... dan layar tersebut berpendar bercahaya. Memperlihatkan beragam peristiwa. Aku melihat bagaimana aku dilahirkan dengan susah payah. Sungsang pula. Merinding badanku mendengar tangis pertamaku dibarengi oleh tangis bahagia ibu dan senyum bahagia ayahku. Melihat bagaimana aku tumbuh berkembang dan tertawa saat melihat aku pertama kali memanggil nama ibu. Tersenyum saat melihat aku pertama kali masuk Sekolah. Merah muka diperlihatkan saat pertama kali aku mencium malu seorang wanita.

Yaaaah. Semua peristiwa. Detail-detailnya. Bahkan semua bohong-bohong yang kulakukan pun diperlihatkannya. Semua kebejatan yang kulakukan. Semua kemunafikan. Malu, marah, dan yang lainnya. Semuanya... tak terluputkan satupun. Semua permasalahan yang melilitku. Bagaimana pekerjaan-pekerjaan itu membuatku jenuh. Bagaimana semua orang mulai meninggalkanku. Bagaimana semua rutinitas itu mematikan rasaku. Dan beragam hal lainnya. Sampai akhirnya aku merasa lelah, bertanya akan alasan, bertanya akan arti hidup dan akhirnya memutuskan untuk menghilangkan semua rasa dan nyawa yang ada. Aku tersenyum getir saat melihat tubuhku sendiri yang tergeletak lemas (entahlah apakah masih bernyawa atau tidak). Mulut berbusa. Terkulai seakan pohon tua yang meranggas di musim kemarau yang sangat lama. Apakah ini yang aku inginkan???

“sejujurnya, bukan itu yang kamu inginkan. Kamu hanya ingin jawaban bukan? Tentang artimu, arti ragamu, arti semua perbuatan dan perkataanmu. Alasan sehingga engkau mampu berkata aku pantas untuk terus hidup”. Bapak tua ini akhirnya berkata setelah layar itu mati dan tidak lagi memperlihatkan apa-apa.

“layar ini hanya bertujuan untuk mengingatkan kembali akan hidupmu sendiri. Detail-detailnya. Bagaimana kamu tumbuh menjadi dewasa. Menemukan beragam masalah dalam hidup, terbelit didalamnya membuat kamu bertanya. Bagaimana bisa? Mengapa? Kenapa? Dan beragam pertanyaan lainnya. Tapi kamu malah menjadi terlalu banyak bertanya dan akhirnya tidak bergerak, frustrasi sendiri, akhirnya memutuskan untuk mengakhiri tanpa mau berusaha lagi mencari alasan dan arti hidup ini”

aku terdiam. Apakah ini ceramah baru lagi? Seperti yang sering aku dengar dari ustad-ustad sok tau di acara pagi hari? Bah, bahkan saat mau mati pun apa aku harus diceramahi lagi?

“haha, anak muda. Ini bukanlah ceramah (damn, aku benci dengan fakta bahwa bapak tua ini bisa membaca pikiranku). Kamu bertanya akan alasan bukan? Mengapa kamu hidup? Apakah semua yang kamu lakukan dalam hidup berguna? Apakah hidup kamu ada artinya untuk dilanjutkan atau tidak. Itu kan?”

“leon, tau kah kamu kalau kehidupanmu saja sudah jadi alasan bagi orang lain. Kau lihat layar itu tadi. Kau ingat bagaimana kelahiranmu? Hadirmu sendiri adalah arti! Kelahiranmu saja sudah memberikan arti lebih untuk ibu dan ayahmu. Ibu dan ayahmu yang mati-matian membesarkanmu. Kalau kau perhatikan detail kehidupanmu kau pasti sadar kalau hidupmu memberikan alasan dan arti bagi orang-orang disekitarmu, memberikan beragam rupa, beragam warna. Baik dan buruknya”

“baiklah aku akan berikan satu contoh saja. Kalau kau lihat detail hidupmu tadi pasti kau ingat 4 tahun lalu, saat kau menjadi tutor bahasa di sekolah dasar sana bukan? Apa kau tahu ada anak perempuan kecil dipojokan sana yang begitu terpesona dengan cerita-ceritamu. Memutuskan untuk menjadi seperti ceritamu saat dia besar nanti. Bahkan menulis besar-besar di buku nya bahwa dia sangat berterima kasih akan cerita-ceritamu diwaktu itu.. Kau tidak tahu itu bukan?

Dahi ku mengerenyit. Benarkah hal itu? Bukankah aku cuma menjadi tutor sekali di sekolah dasar itu. Masa iya ada yang begitu terpengaruh akan ceritaku? Lagian contoh macam apa ini? Apakah kejadian ini begitu penting?

“ya hal itu benar adanya leon. Contoh itu adalah alasan mengapa aku datang sekarang”. Lagi-lagi bapak tua itu menimpali.

“contoh ini memang kejadian kecil, kau jadi tutor pun hanya sekali. Tapi contoh kecil ini menciptakan rantai ke peristiwa lainnya. Perbuatan sederhana mu hari itu memberikan semangat untuk anak kecil itu. Anak kecil itu hanyalah anak kecil biasa dari orang tua yang kurang mampu. Telat bayar spp berbulan-bulan itu biasa bagi nya. Telat makan apa lagi. Biasa sekali. Bagaimana bisa pendapatan orang tua nya yang hanya 20 ribu itu mencukupi 5 anaknya plus sekolahnya? Kekurangan adalah makanan sehari-hari. Menempanya yang susah hidup setiap hari. Anak kecil itu sadar dia tidak berhak bermimpi. Hal itulah yang membuat dia muram berhari-hari disekolah. Teman-temannya tidak pernah melakukan atau bahkan mengoloknya tapi dia mengucilkan dirinya sendiri”

“kau tahu apa yang membuat dia berubah? Hanya cerita mu. Cerita karanganmu tentang seorang anak muda yang kau aku-aku sebagai temanmu. Bagaimana dia yang berasal dari kaum tak mampu bisa ikut kuliah bersamamu. Bahkan akhirnya mampu untuk menjadi doktor di universitas terkemuka di kampus ternama itu. Mengangkat derajatnya. Merubah martabatnya. Cuma dengan kemauan dan mimpi untuk bertahan”

“ Anak itu benar-benar terpesona oleh janji itu. Janji bahwa pasti akan ada kehidupan yang lebih baik menanti. Asal mau dan bermimpi. Membuat dia kembali bersemangat dan akhirnya mendapat ganjaran beasiswa akan semangat belajarnya. Sampai sekarang pun dia masih merenda hidup cuma dengan pegangan cerita yang kau karang itu” tenang saja bapak itu berkata. Tak ada nada untuk mencoba meyakinkan. Dia hanya seakan memberitahukan. Tak lebih, tak kurang.

Tuhan, apa benar cerita itu? Aku tergugu. Benarkah hal itu? Aku sendiri sebenarnya lupa akan kejadian itu, tidak mempedulikannya tepatnya.

“kau sibuk bertanya alasan saat kau sedang bermasalah. Tapi apakah kau sadar bahwa semua yang kau lakukan, dari mulai lahir, hidup, belajar, berinteraksi, bahkan saat kematian pun akan menjadi alasan terhadap orang lain. Memberikan arti hidup yang membedakanmu dengan orang lain di dunia ini. Seperti kepada anak itu. Dan itu hanya satu contoh saja. Ada ribuan bahkan jutaan hal lainnya yang tercipta hanya karena secuil perbuatan atau perkataan darimu yang sangat banyak itu. Tak akan cukup waktu dunia untuk menjelaskan akibat dari semua perbuatanmu dan perkataanmu saja. Tak akan cukup mengurai semua arti serta kegunaan dari perbuatan dan perkataanmu”

“yah itulah alasan kenapa kita hidup. Untuk menjadi alasan bagi orang lain. Untuk menjadi kegunaan bagi orang lain. Tidak mengikat tapi saling menyokong dengan interaksi, perkataan, perbuatan. Percayalah itu menciptakan sangat banyak alasan bagi orang lain. Alasan untuk membenci. Alasan untuk menjadi baik. Dan lainnya...”

tenang.. bapak itu menghela nafas. layar itu pun tidak menayangkan apa-apa lagi. Dan tanpa aku sadari aku sudah berada di suatu ruangan. Disini cuma ada aku, bapak tua ini, seorang perawat dan satu tempat pembaringan. Hei, itu aku yang berbaring disana! Menyedihkan, badan kurus penuh tertusuk belalai infus dan peralatan lainnya.

“leon...” bapak itu kembali memanggil namaku.

pelan bapak tua ini memegang bahuku. Tersenyum kepadaku. Dan entahlah tiba-tiba aku merasa sangat tenang. Seakan ada satu kekuatan mengalir dari tangannya yang memberikan aku ketegaran.

“sesungguhnya kalau engkau bertanya untuk alasan apa engkau terus hidup, dan apakah hidupmu sudah memiliki arti maka semuanya itu dijawab dengan semua tindakan dan perkataanmu sendiri. Baik maupun buruk. Itulah yang menjadi alasan kamu untuk hidup. Itu pulalah yang menjadi arti akan hidupmu. Semua akibat dari perbuatan dan perkataanmu sendiri. Percayalah sekecil apapun yang kau lakukan atau katakan maka itu akan menciptakan akibat yang tak terduga. Bisa jadi memberikan kekuatan untuk orang lain, memberi warna, atau malah memberi darah.”

“Tak usah kau pusingkan semua akibat dari perbuatan dan perkataanmu. Alasan-alasan itu dan apakah itu cukup untuk memberi arti bagi hidupmu. Semuanya rumit. Semuanya terlalu banyak. Tak akan terpikirkan oleh pikiranmu bahkan oleh pikiranku. Hanya DIA yang tahu! Sang maha kuasa dengan segala kearifan pikirannya. Jadi buat apa kau pikirkan sesuatu hal yang sangat teramat jauh dari jangkauanmu, bisa gila pikiranmu. Jalanilah hidupmu. Jangan putuskan untuk mengakhirinya begitu saja seperti itu...”

Mataku basah. Hei, apa aku menangis? Entahlah tiba-tiba aku merasa sangat tenang, tersadar akan sebuah kenyataan yang bapak ini ucapkan.

“bukankah dulu engkau selalu bilang untuk lebih baik mati mencari arti daripada mati berdiam diri. Ingatkah janji lama yang kau ucapkan waktu itu? Satu tantangan kepada DIA yang kau katakan saat kau frustrasi dulu. Alasan sehingga kau mampu pergi kemana saja, melakukan semuanya, walau sesepi apapun, sesusah apapun. Bahkan itu juga mampu menciptakan arti dan memberikan alasan bagi semua orang yang berada didekatmu. Mungkin kau telah lupa janji itu. Maka aku datang saat ini khusus untuk mengingatkanmu kembali akan janji lama itu...”

“akan aku beritahukan satu lagi rahasia yang akan menutup semua pertanyaanmu. Kau pikir kenapa aku datang kepadamu? Kenapa? Semuanya seperti yang aku bilang tadi adalah satu rantai akibat. Kau menjadi tutor, mengarang cerita, membuat seorang anak kecil terpesona oleh cerita itu, dan akhirnya mendoakanmu. Ya kedatanganku hanya karena satu doa. Doa yang diucapkan dari mulut mungil anak kecil itu, dia sudah kelas 4 sekarang. Tiap malam dia mendoakan mu. Berterima kasih akan kedatanganmu waktu itu. Kau lihat bagaimana rantai itu berkembang bukan? Sangat menarik. Itulah indahnya kehidupan. Tidak terduga. Tak mampu dipikirkan oleh akal dan rasa.”

“Tahukah bagian yang lucu? Anak kecil itu bahkan tidak ingat nama mu, dia hanya memanggilmu Pak guru saja. tapi bagi anak itu kamu adalah pak guru spesial. Cerita-cerita dari mu telah memberi cahaya dalam hidupnya. Dan murni karena doa yang terucap dari mulutnya lah aku datang kali ini atas izin_Nya. Memperlihatkan detail kehidupanmu, memberikan sedikit jawaban akan pertanyaanmu, mengingatkan kembali akan janji yang kau ucapkan dulu. Karena setiap malam dia berdoa untuk kebaikanmu.”

Air mata ini semakin deras mengalir. Ya tuhan, benarkah hal itu? Selama ini aku selalu bertanya dan tidak menyadari. Tidak menyadari bahwa sebenarnya arti itu aku ukir dengan perbuatan dan perkataanku sendiri.

“kau lihat... Bagaimana secuil perbuatan dan perkataanmu menciptakan rantai akibat yang begitu indah bukan? Bagaimana perbuatan dan perkataanmulah yang telah mengukir arti hidupmu sendiri bagi anak itu dan bagi keberadaanmu.”

“ secuil cerita dan perbuatanmu akhirnya mampu membuat dia setiap malam selalu setia mendoakanmu. Mengingat kembali semua cerita-ceritamu. Membuat dia bersemangat kembali menatap hari esok yang tak pernah pasti. Jadi kembalilah leon... jangan pernah sia-siakan kehidupanmu lagi. Ingatlah untuk banyak-banyak berterima kasih dan bersyukur. Itu akan membuatmu semakin “kaya” daripada hanya bertanya tak tentu arah. Pergilah...” pelan sang bapak berkata. Memberikan senyuman yang biasa aku lihat saat perpisahan itu tiba menghampiri diri.

wuuuuuutttttssss, semuanya terasa berputar..
Gelap...
Sakit sekali..
aku merasa tak bertenaga..

Ku buka perlahan mataku. Silau. Perih mataku diterpa cahaya lampu. Dimana ini? Aroma obat ini. Apa ini rumah sakit?

“keadaannya membaik dok..subhanallah, dia ternyata bisa melewati masa-masa kritisnya” terdengar suara seorang wanita.

“ya sus..keadaannya membaik.. tanda-tanda vitalnya juga tidak mengkhawatirkan lagi..suster tetap pantau dia yah..”

“baik dok...”

ah, ternyata benar ini rumah sakit. Perlahan mataku sudah bisa beradaptasi dengan cahaya lampu. Ku edarkan pandangan mendapati ruangan yang sama dengan yang aku lihat saat bersama dengan bapak tua tadi. Dan aku tersenyum. Kepalaku masih sakit, teramat sangat malah. Jariku bahkan tak bisa aku gerakkan. Tapi entahlah hati ini seakan penuh dengan ketenangan. Penuh dengan kekuatan. Mendapati semua hal yang telah aku dapatkan barusan. Jauh dari kata logika tapi jujur saja menjawab semuanya. Terima kasih tuhan.. setelah sekian lama tampaknya malam ini aku bisa tidur tenang kembali.

Kupejamkan mataku sambil mengucap janji untuk kembali kesekolah itu. Mencari anak perempuan itu dan hidup dengan penuh semangat kembali seperti dulu. Menjadi arti yang akan kuukir sendiri..



…............................................



di satu pojok kamar petak sempit di pinggiran kota.

“tuhan yang baek.. pak guru sehat gak ya? Kok gak datang kesekolah lagi? Kan dedek pengen liat pak guru lagi.... pengen denger cerita pak guru... tar dedek janji deh kalo pak guru datang nanti dedek gak bakal diem kayak dulu.. dedek pengen cerita banyak juga ke pak guru..udah ya tuhan, dedek pengen bobo.. jagain dedek ya tuhan.. jagain pak guru juga...amiiiinnnn........” lantunan doa dari mulut mungil itu terucap kepada_Nya. Dan tertidurlah mereka berdua, leon dan anak perempuan kecil itu. Menutup malam dengan satu janji. Janji untuk menjalani hidup dengan penuh semangat kembali...




banyak dari kita yang mengeluh
banyak dari kita yang bertanya
banyak juga dari kita yang hanya berdiam diri dipojokan sana
tapi sedikit sekali yang mencari arti
sedikit sekali yang bergerak memberi arti
padahal arti itu tercipta oleh perbuatan dan perkataan kita sendiri
tanpa kecuali kita bisa mengukir takdir kita sendiri... read more..

Related Posts by Categories



Comments (0)

Posting Komentar

Posting Komentar